Tokoh Pendidikan
Indonesia
1. Kyai Haji Mohammad Hasjim Asy'arie
Di urutan pertama adalah Kyai Haji Mohammad Hasjim Asy'arie, beliau lahir di
Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 –
meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun; 4 Jumadil
Awwal 1292 H- 6 Ramadhan 1366 H; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang) adalah
salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri Nahdlatul
Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Di kalangan Nahdliyin
dan ulama pesantren ia dijuluki dengan sebutan "Hadratus
Syeikh" yang berarti maha guru.
2. Ki Hadjar Dewantara
Nomor urut kedua tokoh pendidikan Indonesia adalah Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat atau lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan
bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889
– meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun, beliau adalah
aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor
pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah
pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu
lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk
bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, TUT WURI HANDAYANI, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.
3 Pandangan Hidup Ki Hajar Dewantara Yang menjadi
semboyan Taman siswa
3 Pandangan Hidup Ki Hajar Dewantara Yang menjadi semboyan Taman siswa sangat terkenal hingga sekarang yaitu : “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani” (“di depan menjadi teladan, di tengah membangkitkan semangat, dari belakang mendukung”). semboyan ini juga memiliki pengetian sebagai berikut :
Ing Ngarso Sun Tulodo
artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka, Sun berasal dari kata Ingsunyang artinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadiseorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang – orang disekitarnya.Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suritauladan.
Ing Madyo Mbangun Karso
Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Membangun berartimembangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadimakna dari kata itu adalah seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampumembangkitkan atau menggugah semangat . Karena itu seseorang juga harus mampumemberikan inovasi-inovasi dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kodusif untuk keamanan dan kenyamanan
Tut Wuri Handayani
artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikandorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani ialahseseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Doronganmoral ini sangat dibutuhkan oleh orang – orang disekitar kita menumbuhkan motivasi dansemangat.
3. Kyai Haji Ahmad Dahlan
Di urutan ketiga adalah Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir
di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada
umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera
keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah
seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada
masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang
juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji
dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai
berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad
Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke
kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng NabiMuhammadSAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
4. Raden Adjeng Kartini
Di urutan ke empat adalah Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat
disebut Raden Ayu Kartini, beliau lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879
dan meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun.
R.A Kartini adalah seorang tokoh pendidikan perempuan dari suku Jawa dan
Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan
perempuan pribumi.
5.Dewi Sartika
Di Urutan Ke lima adalah Dewi Sartika, beliau dilahirkan di keluarga priyayi
Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan Raden Somanagara. Meskipun bertentangan
dengan adat waktu itu, ayah-ibunya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah
Belanda. Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika diasuh oleh pamannya (kakah
ibunya) yang menjadi patih di Cicalengka. Oleh pamannya itu, ia mendapatkan
pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda, sementara wawasan kebudayaan Barat
didapatkannya dari seorang nyonya Asisten Residen berkebangsaan Belanda.
Sejak 1902, Dewi Sartika sudah
merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah ruangan kecil, di belakang
rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya
yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis dan
sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu
Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga orang : Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang, menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.
Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga orang : Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang, menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.
Setahun kemudian, 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya, serta bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909, bahasa sunda bisa lebih mememenuhi syarat kelengkapan sekolah formal.
Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakolah Istri, terutama yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakolah Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakolah Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakolah Kautamaan Istri tinggal tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakolah Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh. Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakolah Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri dikota kewedanaan.
Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi "Sakola Raden Déwi". Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks
Pemakaman Bupati Bandung di Jalan
Karang Anyar, Kabupaten Bandung.
No comments:
Post a Comment